Jumat, 08 Agustus 2014

Hitam-Putih

6 Agustus kemarin adalah salah satu hari yang akan saya ingat seumur hidup. Malam ketika saya menghabiskan suara saya, bernyanyi dan berteriak selama 90 menit. Malam dimana saya merelakan waktu tidur saya berkurang, untuk menyaksikan 22 orang memperebutkan sebuah bola. Malam itu, Nyonya saya datang.

Saya duduk di bangku VIP barat. Terlihat lautan hitam-putih dari seberang tempat duduk saya. Mereka terus bernyanyi, bahkan sebelum pemanasan dimulai. Setelahnya, pemain Juventus memasuki lapangan dan melakukan pemanasan. Antusiasme kami melonjak seketika. Dan ketika lagu "Juve, Storia di Un Grande Amore" diputar, lautan tadi bergemuruh. Membuat siapapun yang menjadi antagonisnya bergidik ngeri.

Saat pertandingan baru berumur 2 menit, Juventus kebobolan. Tengsin juga sih, karena saya nonton bareng ayah saya yang sebenarnya seorang Interisti. Tapi saya harus berterimakasih juga sih, tanpa beliau mungkin saya gak bakal bisa nonton di bangku VIP barat (dia dapat 3 tiket gratis. Cih).

Tak berapa lama, Pirlo menunjukkan magisnya. Dribble di kotak 16 milik ISL Allstar, membuat Chuck Norris abal abal ini harus dijegal. Juventus mendapat penalti, Pirlo mengambilnya, dan setelahnya silahkan terka sendiri.

Pada pertandingan itu, Giovinco, Pogba, Lichtsteiner, Llorente, dan Pirlo bergantian menunjukkan kelasnya, membuat para pemain terbaik ISL seperti anak kemarin sore. Buffon juga sepertinya lebih banyak ngopi di depan gawang.

Malam itu berakhir dengan kemenangan 1-8 untuk Juventus. Sejujurnya, pertandingannya sih gak seru seru amat. Semua orang juga bisa tebak hasil dari tim bentukan mendadak lawan juara UCL 2 kali. Lalu mengapa saya bersedia melakukan hal-hal yang saya tulis di paragraf pertama? Simpel, saya mencintai para pahlawan saya. Dan salah satu pahlawan saya adalah Juventus.

Juventus merupakan pahlawan bagi saya sejak usia saya belum genap 3 tahun. Saya menghabiskan masa balita sebagai pengagum Alessandro Del Piero, dan tetap mengaguminya hingga kini. Akhir pekan saya akan selalu menarik, karena Juventus akan tampil di televisi saya. Dan saya akan datang ke sekolah dengan senyum tersungging, karena Juventus menang di hari sebelumnya. Ada excitement tersendiri ketika saya bisa meledek teman-teman saya yang klubnya kalah, sedangkan tim saya menang.

Juve memang pernah turun kasta akibat skandal calciopoli. Mereka pernah bermain tanpa gairah selama 4 musim. Menimbulkan kekecewaan karena tidak memperpanjang kontrak Del Piero, seorang legenda hidup yang menghabiskan 19 tahun membela Juventus. Bahkan musim lalu tidak lolos fase grup UCL. Tapi entah mengapa cinta saya kepada Juve tak pernah padam. Saya tetap setia menunggu mereka bermain di akhir pekan, membeli jersey hitam-putih, dan rela dicemooh teman-teman ketika Juve kalah.

Dan sebuah quote dari Eric Cantona menjelaskan semuanya: "You can change your wife, your politics, your religion, but never, never can you change your favorite football team".

Rabu, 23 Juli 2014

Beropini

To be honest, saya termasuk orang yang multi-sosial-media. Saya merasa perlu membagikan berbagai kegiatan saya dengan orang lain. Salah satu media sosial yang paling saya geluti adalah twitter. Twitter hanya mengizinkan 140 karakter dalam setiap twit yang dibagikan. Hal ini menjadikan tiap twit harus mampu menyampaikan pesan sejelas dan sesingkat mungkin.

Saya juga seorang kaskuser sejak saya kelas 6. Forum asli Indonesia ini banyak membawa manfaat untuk saya. Walaupun saya akui jika semakin hari, makin banyak thread sampah yang beredar di kaskus. Belum lagi munculnya berbagai iklan politik, rokok, dan bokep. Tapi tetap saja saya masih lebih merasakan manfaat kaskus dibanding segala keterbelakangannya saat ini.

Ada satu lagi sosial media yang lagi booming, ask.fm. Kadang orang-orang demen mlesetin jadi 'judge.fm', saking banyaknya judgement yang ditimpakan kepada public figure ataupun kepada seleb ask.fm sendiri. Mereka berani melakukan itu karena ada fitur 'ask as anonymous' yang membuat sang penanya tidak dapat diketahui oleh yang ditanya. 

Karena sekarang ini sedang masanya pemilu, banyak kampanye yang dilakukan via socmed tadi. Ramai saya lihat dukungan untuk salah satu calon. Ini bisa dimaklumi. Dewasa ini kampanye melalui socmed dianggap salah satu cara paling efektif. Sayangnya, tidak semua kampanye via socmed ini dilakukan secara bermartabat. Lebih banyak kampanye untuk menjatuhkan lawan dengan fitnah, atau yang kita kenal sebagai black campaign, dibandingkan dengan kampanye yang murni untuk mendukung capres pilihan.

Ask.fm adalah socmed yang paling kacau (imho). Populasi abg labil di socmed ini bejibun. Dan seperti twitter, ask.fm memiliki selebnya sendiri. Hanya dengan modal banyak likes di answernya, seseorang bisa menjadi seleb ask.fm. Jawaban yang bermutu bukan syarat orang bisa menjadi seleb ask.fm. Banyak dari mereka diidolakan karena punya tampang yang enak dipandang, dan sebagian dari mereka cukup humoris. Dan tolong diingat, muka yang agak bagus dan selera humor tinggi bukan jaminan opini mereka layak dipertimbangkan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa para seleb ask.fm itu juga memiliki peran dalam membentuk opini publik. Mending kalo pendapat mereka tergolong kredibel. Saya pernah melihat salah satu answer dari seorang seleb ask.fm menyatakan alasan dia mendukung Prabowo adalah karena beliau selalu menggunakan kata 'saya', bukan kita. Dia curiga kata 'kita' yang biasa digunakan Pak Jokowi mengacu kepada backing-an atau partainya. Dan jawaban tersebut mendapat lebih dari 1000 likes.

Kita semua tau pemimpin yang hebat ialah yang mampu mengajak orang-orang yang ada dibawahnya untuk turun tangan dan bekerja sama.
"Saya akan membuat perusahaan ini menjadi nomer satu!"
"Mari kita jadikan perusahaan ini nomer satu!"
Kalimat mana yang lebih mengayomi? Mana yang lebih menunjukkan leadership? Kembali ke pernyataan seleb tadi, salahkah jika saya sebut opininya amat sangat dungu?

Di twitter lain lagi. Kemarin malam adik kelas saya nge-tweet: "coba perang kayak di mesir. bah seru.". Entah maksudnya bercanda atau apa, tapi yang jelas perang bukanlah sesuatu yang diharapkan kehadirannya. Emang dasar otaknya setengah sendok nyam-ny*m. Aduh maaf kebawa emosi.

Itu baru sedikit contoh dari beberapa orang yang mungkin otaknya sekip, jadi jalan pikirannya ngawur.

Jujur, saya prihatin terhadap generasi sekarang. Unfortunately, saya harus hidup bersama generasi seperti ini.

Selasa, 22 Juli 2014

Bapak Sehat?

Salah satu kegiatan favorit saya untuk mengisi weekend adalah main game bareng teman-teman saya. Biasanya game yang kami mainkan ialah PES atau FIFA. Maklum, saya dan teman-teman merupakan penggila sepakbola. Sehingga dalam urusan game pun kami tak akan jauh-jauh dari olahraga tersebut.

Dalam game tersebut, salah satu pihak akan keluar sebagai pemenang dan pihak lainnya sebagai pihak yang dihinakan karena kalah. Yang menang biasanya akan jadi jumawa dan agak tengil, dan yang kalah akan digoblok-goblokin oleh temannya. Para pecundang tadi biasanya bakal ngeles dengan berbagai alasan klasik, "ah, joystick gue ga enak bro", "santai, baru pemanasan", "pemain gue lagi pada sakit". Tapi yang paling hina adalah orang yang hampir kalah, dan dia nge-restart match tadi.

Hari ini pukul 16:00 WIB adalah jadwal bagi KPU untuk mengumumkan siapa presiden RI terpilih untuk menjabat 5 tahun ke depan. Sekitar jam 2 siang, saya lagi tidur-tiduran di sofa sambil nge-scroll linimasa twitter saya. Tiba-tiba saya tersentak melihat tweet yang isinya memberitakan walk-out nya Pak Prabowo dari pilpres kali ini. Saya cuma bisa melongo, melihat orang yang saya anggap negarawan ulung bersikap seperti pecundang.

Pak Prabowo menolak hasil pilpres dan menarik para saksinya hanya 2 jam sebelum KPU mengumumkan hasil rekapitulasi. DUA JAM!! Ini sih namanya intimidasi terang-terangan terhadap KPU.
Sebelum-sebelumnya juga kubu nomer 1 menuduh adanya kecurangan saat pemilihan, adanya suara fiktif, meminta KPU menunda pengumuman, bahkan meminta pemilu ulang.

Saya mengerti keinginan Bapak untuk membawa Republik ini kembali disegani. Saya paham betul kecurigaan Pak Prabowo akan kecurangan yang mungkin terjadi. Saya pribadi menganggap bahwa baik Pak Prabowo maupun pak Jokowi adalah figur yang memiliki visi dan integritas. Tapi dengan cara Pak Prabowo menolak hasil pemilu dan kemudian walk-out, akan sangat menjatuhkan citra diri Bapak. Berbeda dengan Pak Hatta lebih memilih untuk menghormati keputusan KPU.

Tanggapan masyarakat akan berbeda apabila Bapak tidak neko-neko setelah masa pencoblosan, tidak melakukan walk-out, menyikapi rasa curiga Anda dengan elegan, dan legowo atas hasil yang keluar hari ini. Apabila Bapak bersikap ksatria, saya yakin jikalau Anda kembali maju sebagai capres di 2019, simpati rakyat akan semakin tinggi terhadap Bapak.

Saya kembali teringat dengan weekend saya, teringat akan teman saya yang ketika tertinggal 3 gol di menit 80-an, akan segera mengulang pertandingan meskipun belum berakhir. Cupu abis. Dengan kelakuan Bapak yang seperti itu, apa saya salah jika menyamakan Bapak dengan teman saya? Yang bahkan belum memiliki hak pilih?

Ayolah Pak. Jangan buat saya berpikir bahwa Bapak adalah alasan program wajib belajar 12 tahun diluncurkan.